Peka
Dalam satu hari, aku dapat
melihat banyak hal. Ketika berkendara, aku melihat sekumpulan orang yang membangun
gubuk, kemungkinan tidur dan makan juga, di antara timbunan sampah. Kemudian,
di rumah, aku melihat pemberitaan di televisi mengenai kasus kekerasan seksual—ditambah
pembunuhan—pada anak dan perempuan yang sudah seperti jamur di musim penghujan.
Akupun bertanya-tanya, “Kok bisa gitu sih?”
Kemudian, aku ingat cerita tentang alegori katak dalam air
panas. Intinya kira-kira seperti ini, “Jika kita memasukan seekor katak ke
dalam panci berisi air yang sudah mendidih, pasti dia akan langsung melompat ke
luar; sedangkan jika kita memasukannya ke dalam air dingin yang sedikit demi
sedikit kita panaskan, katak itu akan beradaptasi sampai airnya mendidih dan ia
pun mati”.
Mitos ataupun fakta, menurutku yang
penting adalah nilai yang bisa dipetik dari alegori tersebut. Salah satu
mekanisme primordial pertahanan hidup sel adalah dengan cara beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan. Inilah salah satu alasan
mengapa ada orang yang dapat membangun gubuk di antara pegunungan sampah. Aku yakin
tidak ada orang yang dapat bersantap dan terlelap di sana dengan seketika. Awalnya,
mungkin mereka akan merasa mual, lama-kelamaan, karena terbiasa, merekapun
sudah tidak peka lagi terhadap bebauan yang sudah menjadi bagian dari
keseharian mereka. Mungkin bila aku ada di posisi mereka, akupun akan mampu
beradaptasi.
Film biru pun seperti itu, seorang anak lelaki berusia 13 tahun yang baru
pertama kali menonton film itu kemungkinan besar akan merasa jijik. Beberapa saat
kemudian, dia mulai terbiasa dan bosan dengan adegan ‘biasa’; akhirnya, batas
toleransinya akan meningkat, dia tidak akan merasa puas jika hanya menonton
adegan yang ‘biasa’. Saat itu dia akan mencari kategori film yang ‘luar biasa’ dan
akhirnya tidak akan merasa puas apabila hanya menonton.
Rokok juga seperti itu, ketika
pertama kali merokok, teman SMA-ku pingsan dan muntah-muntah setelah menghisap
sebungkus rokok dalam satu hari. Hal itu terjadi karena tubuhnya masih peka
terhadap racun rokok. Semakin lama, bagaikan katak yang sudah terbiasa, dia pun
dapat menghabiskan satu hingga dua bungkus rokok dalam satu hari dan merasa sangat bahagia. Si Katak
mulai merasa nyaman dalam air yang membunuhnya secara perlahan.
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
pun kurasa seperti itu. Katakanlah pihak pria yang melakukan KDRT. Ketika dalam
masa pendekatan, bila Sang Pria langsung memaki dan memukul pasangannya, hampir
pasti Sang Wanita akan langsung meninggalkannya. Namun, pada kebanyakan kasus,
hal ini terjadi secara bertahap. Sesaat sebelum menikah atau pada usia
pernikahan yang masih muda, Sang Wanita mungkin merasa bahwa pasangannya agak
kasar, namun—dengan kepercayaan bahwa dia akan berubah—dia tetap bertahan. Akhirnya,
setelah sekian lama, agresifitas Sang Pria akan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya batas toleransi Sang Wanita. Hingga Sang Wanita pun akhirnya menyadari
bahwa batas ketahanan tubuhnya tidak lebih tinggi daripada batas toleransi
psikisnya.
Terakhir, apakah Anakin
Skywalker semerta-merta berubah menjadi Darth Vader? Apakah dia langsung
bergabung dengan ‘Kegelapan’? Ataukah perubahannya terjadi secara bertahap, di mana kepekaan
semakin berkurang dalam setiap kenaikan tahap-tahapnya.
**************
Berbeda dengan Sang Katak, aku terlahir dalam panci yang berisi air. Aku beranjak dewasa dalam panci itu. Mungkin airnya makin panas, mungkin makin dingin. Aku tidak tahu. Satu Celsius takkan terasa. Mungkin aku akan tahu di akhir nanti, tapi mungkin sudah terlambat.
_____________________________________
_______________________
_____________________________________
0 comments :
Post a Comment